Permen LHK tentang Kebijakan Perhutanan Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani Perlu Dikaji Ulang
Anggota Komisi VI DPR RI Siti Mukaromah meminta agar Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor P.39 Tahun 2017 tentang Perhutanan Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani dikaji kembali, karena dianggap menimbulkan keserahan pada kalangan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).
”Saya meminta agar Permen ini dikaji ulang lagi, karena KLH sepertinya mau memaksakan, apalagi mau memasukan kelompok masyarakat baru. Ini Harus dikaji ulang,” katanya, usai rapat dengar pendapat Komisi VI dengan Deputi bidang Agro dan Farmasi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Wahyu Kucoro dan Dirut Perum Perhutani Denaldy Mulino Mauna, dengan agenda membahas terbitnya Permen LHK No. P.39 Tahun 2017, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (27/9/2017).
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, menjelaskan Indonesia mempunyai hutan yang sangat luas, yang sebagiannya masyarakat tinggal di wilayah itu. Hutan yang dalam pengelolaan Perum Perhutani ini kondisinya belum singkron, antara pengelolaan Perhutanan bersama LMDH. Kemudian Muncul Kebijakan Kementerian LHK Pemen P.39 yang dianggap memunculkan keresahan LMDH.
“Karena P.39 ini memberikan wewenang Masyarakat Tani Hutan untuk mendapatkan lahan yang dapat mereka garap dan kelola, tapi tidak melibatkan LMDH, maka banyak masyarakat mengadu untuk perlu diklarifikasi,” ungkap Wakil Rakyat daerah pemilihan Jawa Tengah VIII ini.
Menurutnya, kehadiran BUMN salah satunya adalah untuk titik kesejahteraan masyarakat. Kalau kehadiran Perhutani itu bisa memberikan nilai kesejahteraan dengan berbagi hasil untuk masyarakat desa hutan artinya Perhutani juga telah melakukan salah satu kerja, bakti nyata bahwa mereka meningkatkan kesejahteraan.
“Kalau ini betul-betul domainnya adalah untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia khususnya yang ada atau tinggal pada area Perhutani di daerah-daerah hutan, maka mereka harus menjadi bagian dari penerima manfaat,” tegasnya.
Patut diketahui, Piloting implementasi perhutanan sosial, pemerintah telah menetapkan 2 lokasi piloting yang sudah siap di Pulau Jawa, yakni Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Pemalang luas 1.022 Ha dengan jumlah penggarap 789 orang, dan KPH Probolinggo luas lahan 1.275,05 Ha dengan jumlah penggarap 686 orang.
Konsep Perhutanan Sosial ini diharapkan mampu mensejahterakan masyarakat sekitar hutan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Presiden RI Joko Widodo “Hutan harus mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan. Konsep perhutanan sosial akan memberikan aspek legal masyarakat menanam di hutan rakyat. Semangat perhutanan sosial memunculkan keadilan sosial. Masyarakat hidup di perhutanan sembari melestarikan sumber daya hutan”.
Kondisi saat ini 25.863 desa di Indonesia berada di dalam kawasan hutan. 70% diantaranya menggantungkan hidup pada sumber daya hutan. 10,2 juta penduduk belum sejahtera di kawasan hutan karena tanpa aspek legal mengelola sumber daya hutan.
Solusinya, Pemerintah mengambil kebijakan dengan mengalokasikan 12,7 juta Ha untuk program perhutanan sosial, pemberian aspek legal izin pengelolaan hutan untuk penggarap lahan perhutanan sosial, serta sinergi kemitraan antara penggarap lahan dengan BUMN. (as,mp), foto : agung s/hr.